Minggu, 22 November 2009

Haaah...

Kemarin, tiba tiba saja aku ingin pergi ke taman anak anak di tengah kota. Hari itu aku bersiap, kufikir dengan pergi ke taman kota aku akan lebih tenang. Saat aku keluar rumah langit mengingatkan ku, "jangan pergi, hari ini akan hujan lebat." aku hanya tersenyum pada langit "tenang saja langit, aku terbiasa dengan hujan" aku kembali melangkah "tunggu !! Setidaknya bawalah payung, daripada kau kehujanan nanti" aku tersenyum lagi "tak usah kau hawatirkan aku, aku bisa berteduh jika hujan" langit tak menggubrisku lagi. "ya sudah, hati hati lah" katanya mengakhiri pembicaraan tabu kami.

Aku berdiri lemas di taman ragu untuk memasukinya, langit benar rintik air mulai membasahi ubun ubun, turun bagai salju tipis tertiup angin. Beberapa petugas wanita saling mengobrol dengan koleganya seorang menatapku heran, aku masuk setelah membayar tiket seharga 4000.

Taman yg dulu terasa menyenangkan, selalu ceria oleh teriakan teriakan kecil dari anak anak yang memaksa ibunya untuk berminggu ceria di taman ini.Tapi hari ini berbeda, taman itu sepi, mungkin sedang musim hujan. Jadi, rencana untuk menceriakan diri batal total.
Tiba tiba hujan deras mulai mengguyur seisi taman, aku berteduh di kantin taman semua orangpun sibuk mencari tempat untuk berteduh dan memenuhi kantin yang merupakan tempat satu satunya yg tertutup. Aku berdiri memandangi hujan.
"ingat hujan senja di balai kota ?" aku terkejut mendengar suara lembut yang sangat ku kenal
"ya, mengesankan" kataku tanpa menunjukan ekspresi terkejutku padanya, dia masih sama menenteng kameranya kemanapun dia pergi.
"apa yang kau lakukan sendiri di sini ?"
"yah, kau pasti tau lah.. Dan kau?" kataku.
"mengikuti angin pergi"
"jadi kau mengikutiku ?!" aku agak sarkastis, membelalakan mataku mulai berani memandangnya, benar.. Wajahnya masih sama tidak ada satu goresanpun yg merubah bentuk wajahnya.
"tidak,hanya saja ada hembusan angin yg membisiki ku'datanglah ketaman ada seseorang yg membutuhkan hiburanmu' begitulah katanya" aku mengerutkan kening tak percaya
"jangan mengarang cerita menggunakan sikap melankolismu, aku tak suka" dia masih tersenyum tenang, langit benar seharusnya aku tidak pergi hari ini dan harusnya aku membawa payung dan segera pulang
"yah, dan hentikan sikap menolakku seolah olah kau tidak menyukaiku !" kata katanya tetap halus, dia selalu bisa menjaga perasaanku yang sangat labil, "maaf, aku tak ingin kau terus membenciku"
"membencimu ? Untuk apa?"
"aku fikir sikap ketusmu selama ini karna kau membenciku"
"bodoh ! Justru aku yang kalut karna ku fikir sikap ketusku merupakan penghianatan bagimu, aku selalu takut jika bertemu denganmu, aku takut kalau kalau kau membenciku, aku terlalu pesimis dengan sikap lembutmu kepadaku maaf" aku menunduk, hujan semakin lebat, rasanya ingin sekali aku menembus air hujan dan berlari tanpa perduli dengan orang orang yg memperhatikanku dan terheran. Tapi ku urungkan, karna dia pasti mengejarku, dan akan lebih memalukan jika dia mampu mengejarku dan menarik tanganku di tengah hujan seperti di film melankolis menjijikan.

Tiba tiba dia pergi, ingin sekali aku menangis tapi aku masih mampu menahannya.
"jangan menangis memalukan" katanya kembali membawa satu cup teh hangat yg di tempelkannya ke jari tanganku
"trimakasih. Aku tak tau harus bagaimana maaf" dia meregangkan tubuhnya mengangkat tangannya tinggi tinggi.
"jangan terus meminta maaf, karna tidak ada yang salah. Cukuplah kau menjadi dirimu saja, jangan berubah rubah dengan kelabilan otakmu yang tidak bisa di kontrol"
"ya, benar.. Lihatlah dirimu, kau sama sekali tak berubah sedikitpun"
"benarkah?"
"ya.. Tetap kolot dan menasehatiku seperti dulu" dia tersenyum simpul, sangat manis, aku baru pertama kali melihatnya tersenyum seperti itu.
"yah, itulah caraku menyayangimu"
"trimakasih" aku meneguk teh hangat yg di berikannya
"tak apa untuk menghangatkan tubuhmu, kau kan rentan"
"bukan, untuk menyayangiku dan menjagaku, kau melebihi orangtua ku sendiri, tau lah kondisi ku" dia terdiam cukup lama dan tiba tiba tertawa mengacak rambutku
"sudah lah sudah. Sudah selesai acara berdramatisi nya. Apa kabar kau ? Sudah lama kita tidak bertemu.. Dan kemana saja kau selama ini ?" aku tertawa, menyengir sekaligus merasa tenang. Dia memang bisa mengatur emosiku daripada aku sendiri.

Menyenangkan memilikinya, seperti memiliki satu keluarga penuh di dalam dirinya, ada sosok ayah, ibu, kaka, adik yang selalu bisa menggubahnya menjadi apa yg ku mau.
Dia memang selalu menyenangkan..

Trimakasih langit karna tidak mengekangku untuk berdiam di rumah hari ini Dan benar aku membutuhkan payung.

0 Comments:

Posting Komentar

<< Home